Sudah Terujikah Iman Kita
Oleh: Ade Hermansyah Bin Bunyamin
Khutbah Pertama
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ
وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا
وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ
يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ
أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ
عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ اهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ
الْقِيَامَةِ.
يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا
اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا
رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا
وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ
تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا.
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا
اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ
وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ
فَوْزًا عَظِيْمًا. أَمَّابَعْدُ؛
فَإِنْ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ،
وَخَيْرَ الهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ
الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.
Hadirin jamaah Jum’at yang
berbahagia!
Pada kesempatan Jum’at
ini, marilah kita merenungkan salah satu firman Allah dalam surat Al-‘Ankabut
ayat 2 dan 3:
Apakah manusia itu mengira bahwa
mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak
diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum
mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan
sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.
Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa salah satu
konsekuensi pernyataan iman kita, adalah kita harus siap menghadapi ujian yang diberikan Allah Subhannahu
wa Ta'ala kepada kita, untuk membuktikan sejauh mana kebenaran dan kesungguhan
kita dalam menyatakan iman, apakah iman kita itu betul-betul bersumber dari
keyakinan dan kemantapan hati, atau sekedar ikut-ikutan serta tidak tahu arah
dan tujuan, atau pernyataan iman kita didorong oleh kepentingan sesaat, ingin
mendapatkan kemenangan dan tidak mau menghadapi kesulitan seperti yang
digambarkan Allah Subhannahu wa Ta'ala dalam surat Al-Ankabut ayat 10:
Dan di antara
manusia ada orang yang berkata: “Kami beriman kepada Allah”, maka apabila ia
disakiti (karena ia beriman) kepada Allah, ia menganggap fitnah manusia itu
sebagai azab Allah. Dan sungguh jika datang pertolongan dari Tuhanmu, mereka
pasti akan berkata: “Sesungguh-nya kami adalah besertamu.” Bukankah Allah lebih
mengetahui apa yang ada dalam dada semua manusia”?
Hadirin jamaah Jum’at yang
berbahagia!
Bila kita sudah
menyatakan iman dan kita mengharapkan manisnya buah iman yang kita miliki yaitu
Surga sebagaimana yang dijanjikan oleh Allah Subhannahu wa Ta'ala :
Sesungguhnya
orang-orang yang beriman dan beramal shalih, bagi mereka adalah Surga Firdaus
menjadi tempat tinggal. (Al-Kahfi 107).
Maka marilah kita bersiap-siap
untuk menghadapi ujian berat yang akan diberikan Allah kepada kita, dan
bersabarlah kala ujian itu datang kepada kita. Allah memberikan sindiran kepada
kita, yang ingin masuk Surga tanpa melewati ujian yang berat.
Apakah kalian
mengira akan masuk Surga sedangkan belum datang kepada kalian (cobaan)
sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kalian? Mereka ditimpa
malapetaka dan keseng-saraan, serta digoncangkan (dengan
bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah
Rasul dan orang-orang yang beriman bersama-nya: “Bilakah datangnya pertolongan
Allah?” Ingatlah, sesungguh-nya pertolongan Allah itu amat dekat”. (Al-Baqarah 214).
Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa salam mengisahkan betapa beratnya perjuangan orang-orang dulu dalam
perjuangan mereka mempertahankan iman mereka, sebagaimana dituturkan kepada
shahabat Khabbab Ibnul Arats Radhiallaahu anhu.
لَقَدْ كَانَ مَنْ
قَبْلَكُمْ لَيُمْشَطُ بِمِشَاطِ الْحَدِيْدِ مَا دُوْنَ عِظَامِهِ مِنْ لَحْمٍ
أَوْ عَصَبٍ مَا يَصْرِفُهُ ذَلِكَ عَنْ دِيْنِهِ وَيُوْضَعُ الْمِنْشَارُ عَلَى
مِفْرَقِ رَأْسِهِ فَيَشُقُّ بِاثْنَيْنِ مَا يَصْرِفُهُ ذَلِكَ عَنْ دِيْنِهِ. (رواه
البخاري).
... Sungguh telah terjadi kepada orang-orang
sebelum kalian, ada yang di sisir dengan sisir besi (sehingga) terkelupas
daging dari tulang-tulangnya, akan tetapi itu tidak memalingkannya dari agamanya, dan ada pula yang diletakkan di atas
kepalanya gergaji sampai terbelah dua, namun itu tidak memalingkannya
dari agamanya... (HR. Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari dengan Fathul
Bari, cet. Dar Ar-Royyan, Juz 7 hal. 202).
Cobalah kita renungkan,
apa yang telah kita lakukan untuk membuktikan keimanan kita? cobaan apa yang
telah kita alami dalam mempertahankan iman kita? Apa yang telah kita korbankan
untuk memperjuangkan aqidah dan iman kita? Bila kita memper-hatikan perjuangan
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam dan orang-orang terdahulu dalam
mempertahankan iman mereka, dan betapa pengorbanan mereka dalam memperjuangkan
iman mereka, mereka rela mengorbankan harta mereka, tenaga mereka, pikiran
mereka, bahkan nyawapun mereka korbankan untuk itu. Rasanya iman kita ini belum
seberapanya atau bahkan tidak ada artinya bila dibandingkan dengan iman mereka.
Apakah kita tidak malu meminta balasan yang besar dari Allah sementara
pengorbanan kita sedikit pun belum ada?
Hadirin sidang Jum’at yang
dimuliakan Allah!
Ujian yang diberikan
oleh Allah kepada manusia adalah berbeda-beda.
Dan ujian dari Allah
bermacam-macam bentuknya, setidak-nya ada empat macam ujian yang telah dialami
oleh para pendahulu kita:
Yang pertama:
Ujian yang berbentuk perintah untuk dilaksanakan, seperti perintah Allah kepada
Nabi Ibrahim Alaihissalam untuk menyembelih putranya yang sangat ia cintai. Ini
adalah satu perintah yang betul-betul berat dan mungkin tidak masuk akal,
bagaimana seorang bapak harus menyembelih anaknya yang sangat dicintai, padahal
anaknya itu tidak melakukan kesalahan apapun. Sungguh ini ujian yang sangat
berat sehingga Allah sendiri mengatakan:
Sesungguhnya ini
benar-benar suatu ujian yang nyata. (Ash-Shaffat 106).
Dan di sini kita
melihat bagaimana kualitas iman Nabi Ibrahim Alaihissalam yang benar-benar
sudah tahan uji, sehingga dengan segala ketabahan dan kesabarannya perintah
yang sangat berat itupun dijalankan.
Apa yang dilakukan oleh
Nabi Ibrahim Shallallaahu alaihi wa salam dan puteranya adalah pelajaran yang
sangat berat itupun dijalankannya.
Apa yang dilakukan oleh
Nabi Ibrahim dan puteranya adalah pelajaran yang sangat berharga bagi kita, dan
sangat perlu kita tauladani, karena sebagaimana kita rasakan dalam kehidupan
kita, banyak sekali perintah Allah yang dianggap berat bagi kita, dan dengan
berbagai alasan kita berusaha untuk tidak melaksanakannya. Sebagai contoh,
Allah telah memerintahkan kepada para wanita Muslimah untuk mengenakan jilbab
(pakaian yang menutup seluruh aurat) secara tegas untuk membedakan antara
wanita Muslimah dan wanita musyrikah sebagaimana firmanNya:
Hai Nabi katakanlah
kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang Mumin”
“Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian
itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu.
Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Ahzab, 59).
Namun kita lihat
sekarang masih banyak wanita Muslimah di Indonesia khususnya tidak mau memakai
jilbab dengan berbagai alasan, ada yang menganggap kampungan, tidak modis, atau
beranggapan bahwa jilbab adalah bagian dari budaya bangsa Arab. Ini pertanda
bahwa iman mereka belum lulus ujian. Padahal Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
salam memberikan ancaman kepada para wanita yang tidak mau memakai jilbab dalam
sabdanya:
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ
النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا؛ قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ
يَضْرِبُوْنَ بِهَا النَّاسَ، وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيْلاَتٌ
مَائِلاَتٌ رُؤُوْسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ
الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيْحَهَا. (رواه مسلم).
“Dua golongan dari ahli Neraka yang belum aku
lihat, satu kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi, yang dengan cambuk itu
mereka memukul manusia, dan wanita yang memakai baju tetapi telanjang
berlenggak-lenggok menarik perhatian, kepala-kepala mereka seperti punuk unta,
mereka tidak akan masuk Surga dan tidak akan mencium wanginya”. (HR. Muslim, Shahih Muslim dengan Syarh An-Nawawi
cet. Dar Ar-Rayyan, juz 14 hal. 109-110).
Yang kedua: Ujian yang
berbentuk larangan untuk ditinggalkan seperti halnya yang terjadi pada Nabi
Yusuf Alaihissalam yang diuji dengan seorang perempuan cantik, istri seorang
pembesar di Mesir yang mengajaknya berzina, dan kesempatan itu sudah sangat
terbuka, ketika keduanya sudah tinggal berdua di rumah dan si perempuan itu
telah mengunci seluruh pintu rumah. Namun Nabi Yusuf Alaihissalam membuktikan
kualitas imannya, ia berhasil meloloskan diri dari godaan perempuan itu,
padahal sebagaimana pemuda umumnya ia mempunyai hasrat kepada wanita. Ini
artinya ia telah lulus dari ujian atas imannya.
Sikap Nabi Yusuf
Alaihissalam ini perlu kita ikuti, terutama oleh para pemuda Muslim di zaman
sekarang, di saat pintu-pintu kemaksiatan terbuka lebar, pelacuran merebak di
mana-mana, minuman keras dan obat-obat terlarang sudah merambah berbagai
lapisan masyarakat, sampai-sampai anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah
dasar pun sudah ada yang kecanduan. Perzinahan sudah seakan menjadi barang
biasa bagi para pemuda, sehingga tak heran bila menurut sebuah penelitian,
bahwa di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya enam dari sepuluh remaja
putri sudah tidak perawan lagi. Di antara akibatnya setiap tahun sekitar dua
juta bayi dibunuh dengan cara aborsi, atau dibunuh beberapa saat setelah si
bayi lahir. Keadaan seperti itu diperparah dengan semakin banyaknya media cetak
yang berlomba-lomba memamerkan aurat wanita, juga media elektronik dengan
acara-acara yang sengaja dirancang untuk membangkitkan gairah seksual para
remaja. Pada saat seperti inilah sikap Nabi Yusuf Alaihissalam perlu ditanamkan
dalam dada para pemuda Muslim. Para pemuda Muslim harus selalu siap siaga menghadapi
godaan demi godaan yang akan menjerumuskan dirinya ke jurang kemaksiatan.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam telah menjanjikan kepada siapa saja
yang menolak ajakan untuk berbuat maksiat, ia akan diberi perlindungan di hari
Kiamat nanti sebagaimana sabdanya:
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ
اللهُ فِيْ ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ ... وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ
امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّيْ أَخَافُ اللهَ ... (متفق عليه).
“Tujuh (orang yang akan dilindungi Allah dalam
lindungan-Nya pada hari tidak ada perlindungan selain perlindunganNya, .. dan
seorang laki-laki yang diajak oleh seorang perempuan terhormat dan cantik, lalu
ia berkata aku takut kepada Allah…” (HR. Al-Bukhari Muslim, Shahih Al-Bukhari dengan Fathul Bari cet. Daar
Ar-Rayyan, juz 3 hal. 344 dan Shahih Muslim dengan Syarh An-Nawawi cet. Dar
Ar-Rayaan, juz 7 hal. 120-121).
Yang ketiga:
Ujian yang berbentuk musibah seperti terkena penyakit, ditinggalkan orang yang
dicintai dan sebagainya. Sebagai contoh, Nabi Ayyub Alaihissalam yang diuji
oleh Allah dengan penyakit yang sangat buruk sehingga tidak ada sebesar lubang
jarum pun dalam badannya yang selamat dari penyakit itu selain hatinya, seluruh
hartanya telah habis tidak tersisa sedikitpun untuk biaya pengobatan penyakitnya
dan untuk nafkah dirinya, seluruh kerabatnya meninggalkannya, tinggal ia dan
isterinya yang setia menemaninya dan mencarikan nafkah untuknya. Musibah ini
berjalan selama delapan belas tahun, sampai pada saat yang sangat sulit sekali
baginya ia memelas sambil berdo’a kepada Allah:
“Dan ingatlah akan hamba Kami Ayuub ketika ia
menyeru Tuhan-nya;” Sesungguhnya aku diganggu syaitan dengan kepayahan dan
siksaan”. (Tafsir Ibnu Katsir, Juz 4 hal. 51).
Dan ketika itu
Allah memerintahkan Nabi Ayyub Alaihissalam untuk menghantamkan kakinya ke
tanah, kemudian keluarlah mata air dan Allah menyuruhnya untuk meminum dari air
itu, maka hilanglah seluruh penyakit yang ada di bagian dalam dan luar
tubuhnya. (Tafsir Ibnu Katsir, Juz 4 hal. 52). Begitulah ujian Allah kepada
NabiNya, masa delapan belas tahun ditinggalkan oleh sanak saudara merupakan
perjalanan hidup yang sangat berat, namun di sini Nabi Ayub Alaihissalam
membuktikan ketangguhan imannya, tidak sedikitpun ia merasa menderita dan tidak
terbetik pada dirinya untuk menanggalkan imannya. Iman seperti ini jelas tidak
dimiliki oleh banyak saudara kita yang tega menjual iman dan menukar aqidahnya
dengan sekantong beras dan sebungkus sarimi, karena tidak tahan menghadapi
kesulitan hidup yang mungkin tidak seberapa bila dibandingkan dengan apa yang
dialami oleh Nabi Ayyub Alaihissalam ini.
Sidang jamaah rahima kumullah
Yang keempat:
Ujian lewat tangan orang-orang kafir dan orang-orang yang tidak menyenangi
Islam. Apa yang dialami oleh Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa salam dan
para sahabatnya terutama ketika masih berada di Mekkah kiranya cukup menjadi
pelajaran bagi kita, betapa keimanan itu diuji dengan berbagai cobaan berat
yang menuntut pengorbanan harta benda bahkan nyawa. Di antaranya apa yang
dialami oleh Rasulullah n di akhir
tahun ketujuh kenabian, ketika orang-orang Quraisy bersepakat untuk memutuskan
hubungan apapun dengan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam beserta Bani
Abdul Muththolib dan Bani Hasyim yang melindunginya, kecuali jika kedua suku
itu bersedia menyerahkan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam untuk dibunuh.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam bersama orang-orang yang membelanya
terkurung selama tiga tahun, mereka mengalami kelaparan dan penderitaan yang
hebat. (DR. Akram Dhiya Al-‘Umari, As-Sirah An-Nabawiyyah Ash-Shahihah, Juz 1
hal. 182).
Juga apa yang dialami
oleh para shahabat tidak kalah beratnya, seperti apa yang dialami oleh Yasir z dan istrinya Sumayyah dua orang pertama yang
meninggal di jalan dakwah selama periode Mekkah. Juga Bilal Ibnu Rabah
Radhiallaahu anhu yang dipaksa memakai baju besi kemudian dijemur di padang
pasir di bawah sengatan matahari, kemudian diarak oleh anak-anak kecil
mengelilingi kota Mekkah dan Bilal Radhiallaahu anhu hanya mengucapkan “Ahad,
Ahad” (DR. Akram Dhiya Al-Umari, As-Siroh An-Nabawiyyah Ash-Shahihah, Juz 1
hal. 154-155).
Dan masih banyak
kisah-kisah lain yang menunjukkan betapa pengorbanan dan penderitaan mereka
dalam perjuangan mempertahankan iman mereka. Namun penderitaan itu tidak sedikit
pun mengendorkan semangat Rasulullah dan para shahabatnya untuk terus berdakwah
dan menyebarkan Islam.
Musibah yang dialami
oleh saudara-saudara kita umat Islam di berbagai tempat sekarang akibat
kedengkian orang-orang kafir, adalah ujian dari Allah kepada umat Islam di
sana, sekaligus sebagai pelajaran berharga bagi umat Islam di daerah-daerah
lain. Umat Islam di Indonesia khususnya sedang diuji sejauh mana ketahanan iman
mereka menghadapi serangan orang-orang yang membenci Islam dan kaum Muslimin.
Sungguh menyakitkan memang di satu negeri yang mayoritas penduduknya Muslim
terjadi pembantaian terhadap kaum Muslimin, sekian ribu nyawa telah melayang,
bukan karena mereka memberontak pemerintah atau menyerang pemeluk agama lain,
tapi hanya karena mereka mengatakan: ( Laa ilaaha illallaahu ) لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ, tidak jauh berbeda dengan apa yang dikisahkan Allah dalam
surat Al-Buruj ayat 4 sampai 8:
“Binasa dan
terlaknatlah orang-orang yang membuat parit, yang berapi (dinyalakan dengan)
kayu bakar, ketika mereka duduk di sekitarnya, sedang mereka menyaksikan apa
yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman. Dan mereka tidak
menyiksa orang-orang Mukmin itu melainkan karena orang-orang Mukmin itu beriman
kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji”.
Peristiwa seperti
inipun mungkin akan terulang kembali selama dunia ini masih tegak, selama
pertarungan haq dan bathil belum berakhir, sampai pada saat yang telah
ditentukan oleh Allah.
Kita berdo’a
mudah-mudahan saudara-saudara kita yang gugur dalam mempertahankan aqidah dan
iman mereka, dicatat sebagai para syuhada di sisi Allah. Amin. Dan semoga umat
Islam yang berada di daerah lain, bisa mengambil pelajaran dari berbagai
peristiwa, sehingga mereka tidak lengah menghadapi orang-orang kafir dan selalu
berpegang teguh kepada ajaran Allah serta selalu siap sedia untuk berkorban
dalam mempertahankan dan meninggikannya, karena dengan demikianlah pertolongan
Allah akan datang kepada kita, firman Allah.
“Hai orang-orang
yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan
meneguhkan kedudukanmu”. (Muhammad:
7).
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا
وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ. وَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ
الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ كَانَ
بِعِبَادِهِ خَبِيْرًا بَصِيْرًا، تَبَارَكَ الَّذِيْ جَعَلَ فِي السَّمَاءِ
بُرُوْجًا وَجَعَلَ فِيْهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيْرًا. أَشْهَدُ اَنْ لاَ
إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وأََشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وُرَسُولُهُ الَّذِيْ
بَعَثَهُ بِالْحَقِّ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا، وَدَاعِيَا إِلَى الْحَقِّ بِإِذْنِهِ
وَسِرَاجًا مُنِيْرًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ
وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. أَمَّا بَعْدُ؛
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ
آمَنُوا اتَقُوا اللهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللهَ
إِنَّ اللهَ خَبِيْرٌ بِمَا تَعْمَلُوْنَ.
Hadirin jamaah Jum’at yang
dimuliakan Allah!
Sebagai orang-orang
yang telah menyatakan iman, kita harus mempersiapkan diri untuk menerima ujian
dari Allah, serta kita harus yaqin bahwa ujian dari Allah itu adalah satu tanda
kecintaan Allah kepada kita, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallaahu alaihi
wa salam :
إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ
مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا اِبْتَلاَهُمْ،
فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السُّخْطُ. (رواه الترمذي،
وقال هذا حديث حسن غريب من هذا الوجه).
“Sesungguhnya besarnya pahala sesuai dengan besarnya cobaan (ujian), Dan
sesungguhnya apabila Allah mencintai satu kaum Ia akan menguji mereka, maka barangsiapa
ridha baginyalah keridhaan Allah, dan barangsiapa marah baginyalah kemarahan
Allah”. (HR. At-Tirmidzi, dan ia berkata hadits ini hasan gharib dari sanad
ini, Sunan At-Timidzy cet. Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, juz 4 hal. 519).
Mudah-mudahan kita semua
diberikan ketabahan dan kesabaran oleh Allah dalam menghadapi ujian yang akan
diberikan olehNya kepada kita. Amin.
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ
عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ
وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ
وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ وَرَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْ كُلِّ صَحَابَةِ رَسُوْلِ
اللهِ أَجْمَعِيْنَ.
رَبَّنَا لاَ تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ
إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ.
رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا
وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.
اَللَّهُمَ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ
وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَأَصْلِحْ وُلاَةَ الْمُسْلِمِيْنَ، وَأَلِّفْ بَيْنَ
قُلُوْبِهِمْ وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِهِمْ وَانْصُرْهُمْ عَلَى عَدُوِّكَ
وَعَدُوِّهِمْ وَوَفِّقْهُمْ لِلْعَمَلِ بِمَا فِيْهِ صَلاَحُ اْلإِسْلاَمِ
وَالْمُسْلِمِيْنَ.
اَللَّهُمَ لاَ تُسَلِّطْ عَلَيْنَا
بِذُنُوْبِنَا مَنْ لاَ يَخَافُكَ فِيْنَا وَلاَ يَرْحَمُنَا.
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً
وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ
عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar