Beriman Kepada Nabi Muhammad
Shallallaahu alaihi wa Sallam
Oleh: Waznin Ibnu Mahfudl
Jamaah Jum’at rahimakumullah, marilah kita
kenang, kita ingat kembali, dua sifat agung yang merupakan pangkat dan
keagungan khusus bagi umat Islam, bagi hadirin jamaah Jum’at, khusus bagi kita
yang beriman. Dua sifat itu adalah syukur dan shabar.
Dari saat yang mulia ini dan seterusnya sampai
akhir hayat, marilah tetap kita sandang dua sifat itu, “syukur dan shabar”.
Dalam kesempatan kali ini, setelah mensyukuri hidayah Iman, Islam dan Taqwa,
marilah kita sedikit membahas “Syukur atas Iman kepada Nabi Muhammad
Shallallaahu alaihi wa Sallam, serta shabar dalam menegakkan sunnah beliau.
- Iman kepada Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi
wa Sallam adalah dasar agama yang Maha Benar ini, dienul Islam,
sebagaimana sabda beliau Shallallaahu alaihi wa Sallam:
بُنِيَ الإِسْلاَمُ عَلَى
خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ ...
“Artinya: Islam itu dibangun
di atas lima rukun, bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq selain
Allah, dan bahwa Muhammad adalah hamba dan RasulNya ... (HR. Muslim I/45. Lihat Al-Bukhari I/13).
Setelah beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala,
maka beriman kepada Rasulullah Muhammad Shallallaahu alaihi wa Sallam adalah
sebagai pondasi yang utama. Sebab seluruh pondasi yang lainnya dibangun di atas
keimanan pada Allah dan Rasul Muhammad Shallallaahu alaihi wa Sallam. Sehingga
orang yang tidak mengimani Rasulullah dan hanya beriman kepada Allah Tuhan Yang
Maha Esa saja, itu tidaklah cukup, dan batal Iman yang demikian itutidak sah.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda:
وَالَّذِيْ نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ،
لاَ يَسْمَعُ بِيْ أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الأُمَّة يَهُودِيٌّ وَلاَ نَصْرَا نِيٌّ،
ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِيْ أُرْسِلْتُ بِهِ إِلاَّ كَانَ مِنْ
أَصْحَابِ النَّارِ. (رواه مسلم)
“Demi Allah yang jiwa
Muhammad ada di tanganNya! Tidak seorangpun yang mendengar tentang aku dari
umat (manusia) ini, seorang Yahudi atau Nasrani, kemudian meninggal dunia dan
tidak beriman kepada yang aku diutus karenanya, kecuali ia termasuk menjadi penduduk
Neraka”. (HR. Muslim I/34).
Itulah pentingnya beriman kepada Rasul yang
merupakan pondasi agama dan amal-amal ibadah. Sehingga tanpa mengimani Rasul
alias ingkar kufur pada Rasul, maka gugurlah amal kebaikan serta jauh dari
rahmat Allah.
Allah berfirman:
“Dan barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amal-amalnya dan ia di hari akhirat termasuk orang-orang yang merugi”. (Al-Maidah: 5)
“Dan barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amal-amalnya dan ia di hari akhirat termasuk orang-orang yang merugi”. (Al-Maidah: 5)
“Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan
Rasul-Nya maka sesungguhnya baginyalah neraka Jahanam, mereka kekal di dalamnya
selama-lamanya”.
Bahkan mereka akan ditimpa musibah dan adzab yang
pedih, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an surat An-Nur : 63.
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih”.
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih”.
Oleh sebab itu maka hendaklah kita senantiasa
bersyukur kepada Allah atas hidayah Iman kita kepada Rasulullah Muhammad
Shallallaahu alaihi wa Sallam dengan bersabar dalam mengikuti dan mentaati
beliau.
- Siapakah Rasulullah Muhammad itu?
Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Sallam adalah manusia biasa, bukan malaikat dan bukan pula
anak Tuhan atau lain-lainnya. Beliau secara manusiawi sama dengan kita seluruh
umat manusia.
Terbukti beliau terlahir dari jenis manusia,
ayahanda beliau serta ibunya adalah Abdullah bin Abdul Muthallib, serta
ibundanya bernama Aminah, keduanya dari suku Quraisy di Makkah Mukarramah
keturunan Nabiyullah Ismail bin Nabi Ibrahim ‘alaihimas salam. Sebagai
rahmat dan jawaban atas permohonan Abul Anbiya’ Ibrahim alaihis salam
yang tercantum dalam firman Allah:
Artinya : “Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka
seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka
ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab (Al-Qur’an) dan
Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesunggu-hnya Engkaulah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana” (Al-Baqarah: 129).
Allah menegaskan agar beliau menyatakan tentang
diri beliau, dengan firmanNya dalam surat Al-Kahfi ayat 110 dan ayat-ayat yang
lain:
“Katakan, sesungguhnya aku ini hanya seorang
manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku”(Al-Kahfi : 110)
“Katakan: “Aku tidak mengatakan kepadamu,
bahwa per-bendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang
ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku
tidak mengetahui kecuali yang diwahyukan kepadaku. Katakanlah: “Apakah sama
orang yang buta dengan orang yang melihat?” Maka apakah kamu tidak
memikirkan(nya)? (Al-An’aam: 50).
Rasulullah juga berwasiat agar beliau tidak
dihormati secara berlebihan, seperti orang-orang Nashara menghormati Nabi Isa
'Alaihis Salam, beliau melarang ummatnya menjadikan kuburan beliau sebagai
tempat sujud, melarang menggelari beliau dengan gelaran yang berlebihan atau memberikan
penghormatan dengan berdiri ketika beliau hadir.
Dari sahabat Amr Radhiallaahu anhu bahwa
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda:
وَلاَ تُطْرُوْنِيْ كَمَا
أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ إِنَّمَا أَنَا عَبْدٌ. فَقُولُوا: عَبْدُ
اللهِ وَرَسُوْلَهُ. (رواه البخاري)
“Janganlah kamu memuji aku (berlebihan) sebagaimana orang Nasrani memuji
Isa Ibnu Maryam. Sesungguhnya saya hanyalah seorang hamba, maka katakanlah:
Hamba Allah dan RasulNya”. (HR. Al-Bukhari)
Abu Hurairah Radhiallaahu anhu meriwayatkan,
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda:
لاَ تَجْعَلُواْ
بُيُوْتَكُمْ قُبُوْرًا. وَلاَ تَجْعَلُوْا قَبْرِيْ عِيْدًا (رواه أبو داود).
“Janganlah engkau jadikan
rumah-rumahmu sebagai kuburan (sepi dari ibadah) dan jangan engkau jadikan
kuburanku sebagai tempat perayaan” (HR.
Abu Dawud).
Dari Abu Hurairah Rasulullah Shallallaahu alaihi
wa Sallam bersabda:
لاَ تَتَّخِذُواْ قَبْرِي عِيْدًا، وَلاَ تَجْعَلُوْا بُيُوْتَكُمْ
قُبُوْرًا، وَحَيْثُمَا كُنْتُمْ فَصَلُّوْا عَلَيَّ فَإِنَّ صَلاَتَكُمْ
تَبْلُغُنِيْ. (رواه أحمد)
“Jangan engkau jadikan
kuburanku sebagai tempat perayaan, dan janganlah engkau jadikan rumah-rumah
kamu sebagai kuburan dan dimanapun kamu berada (ucapkanlah do’a shalawat
kepadaku) karena sesungguhnya do’a shalawatmu sampai kepadaku”. (Diriwayat-kan Imam Ahmad).
- Cara dan konsekwensi beriman kepada Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam adalah sebagaimana difirmankan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala, artinya: “(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka, segala yang baik dan mengharamkan mereka dari segala yang buruk dan membuang bagi mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (al-Qur'an), mereka itulah orang-orang yang beruntung.”). (Al-A’raf: 157).
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي
الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ
وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ
الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ.
Khutbah kedua:
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ
وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا
وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ
يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ
لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. وَالصَّلاَةُ
وَالسَّلاَمُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ. أَمَّا بَعْدُ؛
Jamaah jum’at rahima kumullah dalam khutbah yang
kedua ini:
Marilah kita mempertebal Iman dan Taqwa kita
kepada Allah juga memperdalam Iman kepada Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam sekaligus melaksanakan konsekuensinya.
Yaitu kita bersungguh-sungguh agar melaksanakan
hal-hal sebagai berikut:
- Meyakini dengan penuh tanggung jawab akan
kebenaran Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Sallam dan apa yang dibawa
oleh beliau Shallallaahu alaihi wa Sallam sebagaimana Allah Subhanahu wa
Ta'ala menandaskan tentang ciri orang bertaqwa:
“Dan orang-orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertaqwa”. (Az-Zumar : 33). - Ikhlas mentaati Rasul Shallallaahu alaihi wa Sallam dengan
melaksanakan seluruh perintah dan menjauhi seluruh larangan beliau
Shallallaahu alaihi wa Sallam . Sebagaimana janji Allah :
“Dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan tidak lain kewajiban Rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan terang” (An-Nuur: 54).
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya”. (An-Nisaa’: 65). - Mencintai beliau Shallallaahu alaihi wa Sallam, keluarga, para
sahabat dan segenap pengikutnya. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallambersabda:
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُوْنَ اَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ (رواه البخاري ومسلم)
"Tidaklah beriman seseorang (secara sempurna)sehingga aku lebih dia cintai daripada orang tuanya, anaknya dan seluruh manusia”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim). - Membela dan memperjuangkan ajaran Nabi Shallallaahu alaihi wa
Sallam serta berda’wah demi membebaskan ummat manusia dari kegelapan kepada
cahaya, dari ke zhaliman menuju keadilan, dari kebatilan kepada kebenaran,
serta dari kemaksiatan menuju ketaatan.Sebagaimana firman di atas:
“Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur’an), mereka itulah orang-orang yang beruntung”. (Al-A’raaf: 157). - Meneladani akhlaq dan kepemimpinan Nabi Shallallaahu alaihi wa
Sallam dalam setiap amal dan tingkah laku, itulah petunjuk Allah:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut nama Allah”. (Al-Ahzab:21). - Memuliakan dengan banyak membaca shalawat salam kepada
beliau Shallallaahu alaihi wa Sallam terutama setelah disebut nama beliau.
رَغِمَ اَنْفُ رَجُلٍ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ وَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ (رواه الترميذي)
“Merugilah seseorang jika disebut namaku padanya ia tidak membaca shalawat padaku.” (HR. At-Tirmidzi) - Waspada dan berhati-hati dari ajaran-ajaran yang menyelisihi ajaran
Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Sallam seperti waspada dari syirik,
tahayul, bid’ah, khurafat, itulah pernyataan Allah:
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi ajaran Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih”. (An-Nur: 63).
“Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkanNya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah karenanya”. (Asy-Syura: 13)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar